Anak berusia satu
tahun lebih berada di kamar seorang diri. matanya masih membelalak padahal
sudah masuk waktu dini. Pandangannya lurus menjurus ke langit-langit kamar,
beberapa waktu mengoyang-goyangkan bola mata hitamnya. Seakan-akan mencari sesuatu yang hilang.
Air nampak berjatuhan
membasahi bumi dari balik kaca bening kamar bernuansa biru langit, tapi
berkesan gelap. Walau dibentengi beton kuat, ternyata udara mampu menembus dari
pori-pori batu beton kamar, udara menyentuh kulit si anak mungil ini. Kaki yang
tadi berhuruf A manyempit, tangan yang terlentang, didekapkan ke dada.
Bola matanya
tiba-tiba bergerak dengan cepat, suara parau keluar dari mulut bibir tipisnya. Seakan-akan
memanggil seseorang yang tiap malam menemaninya.
Dari arah kepala
anak, seorang wanita muncul, menggendongnya lalu dibalutnya dengan selimut,
hangat. Bola mata hitamnya kini terlihat sayu, sesayu lampu kamar, suara
paraunya perlahan menghilang. Lalu terbanglah bayi ke dalam dimensi lain. Diletakkannya
ia ke dalam keranjangnya, di pandanginya, lalu diusapnya kepalanya. Wanita itu lalu berlalu secara perlahan seakan
tak rela berpisah, wajahnya menyiratkan kesedihan mendalam tidak puas dengan
pertemuan yang berkisar sekian menit. Wanita itu berbalik membelakanginya lalu
berjalan menembus beton kamar yang padat.